SUARA MALAM
Berawal dari suara malam di lain kota
Kini mungkin sudah ratusan, bahkan ribuan kata
Bermain keluar masuk di telingaku
Dirimu tetap sebuah misteri untukku
Bentuk tanpa rupa, hanya suara. Ya, hanya suara
Lalu suara kudengar berbeda darimu
Bukan rangkaian huruf atau kata
Bukan bahasa atau logat kata
Aku mengerti tumpukan maknanya
Mungkin ku salah,
Ku tak mengerti perasaanya
Aku pemuja sepi dan sunyi
Tapi sangat benci duka dan lara
Ku menolak dan pergi menjauh pada tangisan
“jangan ada tangisan”, kataku
Tapi kini ku ingin mendengarnya
Karena, aku belum mengerti perasaannya
MENUNGGU MELEDAK
Menatap ruang putih bersih, di sela penat hari ini
Sayatan pena memberi luka dikertas
Mengeluarkan darah hitam dan jejak sejarah
Melepas isi kepala, membagi satu persatu
Perih, sakit dan nyeri berkumpul di dada
Teriakan besar terjadi di dalam dada
Bergema dipantulkan sekat daging dan kulit
Keras, semakin keras
Kapan kiranya, aku meledak ?
Terpecah, dan hancur menjadi ribuan
Bahkan jutaan potongan yang berserakan
DESA HIJAU
Raung gergaji mesin Ditengah ruang desa hijau
Mencabik tiap urat batang pepohonan
Burung menangis, meratap pilu
Angin mengendap-endap, lalu berlari
Menyatukan lingkaran alam
Suara-suara yang melingkari alam
Berputar, putar, putar
Hari itu di desa hijau
PERAWAN PEREMPUAN
Perawan suci, perempuan itu
Wajah merunduk, lunglai tersangga tangan
Bercerita dengan mata
Berkata tanya, ribuan tanya
Takdir, jawaban tanpa jeda
Tanda terima untuk berkah titipan tuhan, dianggap manusia hina
Cerca, serapah, sumpah sampah membuat gerah
Muka merah, marah parah
Sabar, tabah tak tergugah
Kuasa telah terjadi
Terima setulus hati
Tetap suci, perawan suci, perempuan itu
DAKI DI UJUNG JARI
Daki di ujung jari
Merangkul jutaan kuman dan bakteri
Daki di ujung jari
Hitam, kotor, bau, busuk sekali
Daki di ujung jari
Lembut, lengket, lembab
Daki di ujung jari
Menempel, menyempil di sudut kuku
Daki di ujung jari
Teman, sahabat, saudara tiap hari
Daki di ujung jari
Asin, asam, manis, pahit
Daki di ujung jari
Dari kulit yang tlah mati
Daki di ujung jari
Daki di ujung
TAMAN BUNGA
Melati, kau tak pernah bercerita kalau mawar menusukmu dengan duri-duri tajamnya
Mawar, kau tak berkata bila melati menghalangi sinar mentari yang kau harapkan
Melati, mawar, janganlah bertengkar
Mengapa tidak merekah bersama ditaman bungaku?
Melati, jangan menghalangi sinar mentari, berbagilah
Mawar, jangan menyakiti dengan duri-duri tajammu
Tamanku gersang, panas tak rindang
Bila ku harus memilih
Kupilih mencabut kau berdua, biar tamanku kosong dan mati
Tidak, aku tak mau itu terjadi
Kalau begitu, biar aku yang pergi.
KAKI
Hai petualang !
Kau pucat dan tak bergairah
Berselimut kaus kaki tebal
Terbaring diatas sandal empuk
Ayolah !
Menendang batu di Sindoro
Mengijak-injak Merbabu
Berendam dikawah Sumbing
Satu lingkaran bumi, pasti menyenangkan
untuk ditelusuri
Lama kita tidak bersuci
Bermain air pancuran dimasjid
Berdiri bersama, mengagungkan nama-Nya
Lelah terkulai malas
Angkatlah aku ke atas ranjang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TULIS DONG